Minggu, 02 November 2008

Linux sebagai kloning UNIX

Linux sebagai kloning UNIX

Saat ini lisensi Linux dipegang oleh penyusun kernelnya pertama kali, LINUS TORVALDS. Untuk menelusuri asal mulanya, kembali ke tahun 1991. Di Suoen Tasavalta, Republik Finlandia, seorang mahasiswa bernama LINUS TORVALDS mengikuti mata kuliah Unix dan bahasa pemrograman C. Saat itu TORVALDS menggunakan sistem operasi mini berbasiskan Unix bernama Minix. Ia merasa bahwa Minix mempunyai banyak kelemahan, dan Ia berkeyakinan mampu untuk membuat lebih baik dari itu. Di usia 23, Ia mulai mengotak-atik kernel Minix dan menjalankannya di mesin Intel x86. Pada Oktober 1991, Torvalds mempublikasikan sistemnya yang baru dan relatif sudah stabil ke newsgroup. Dia menawarkan untuk mempublikasikan kode sumbernya dan mengundang para developer lain untuk mengembangkannya bersama-sama. Sejak saat itulah Linux berkembang, dan merubah wajah dunia komputasi hingga saat ini.

Beberapa fitur Linux yang patut dicatat diantaranya :

  • Multi tasking dan dukungan 32 bit; mampu menjalankan beberapa perintah secara bersamaan, dan dengan memanfaatkan model terlindung (protected mode) dari Intel 80836 keatas, Linux merupakan sistem operasi 32 bit.
  • Multi user dan Multi session; Linux dapat melayani beberapa user yang login secara bersamaan. Sistem filenya sendiri mempunyai keamanan yang ketat, dan dapat dimodifikasi secara optimal untuk akses file kepada user atau group tertentu saja. - Sebagian besar Linux ditulis dalam bahasa C
  • Dukungan Java; jika dikompilasi pada level kernel, Linux dapat menjalankan Java Applet sebagai aplikasi.
  • Virtual Memory. Linux menggunakan sebagian dari hardisk Anda dan memperlakukannya sebagai memory, sehingga meningkatkan memory Anda yang sebenarnya.
  • Linux menawarkan sistem file yang hierarkis, dengan beberapa folder utama yang sudah dibakukan (File System Standard/FSSTND)
  • Grafis antar muka pemakai (Graphical User Interface/GUI) yang dipergunakan Linux adalah sistem X Window atau X dari MIT.

Apa itu linux?

Apa Linux itu?

Linux adalah sebuah program open source yang gratis di bawah lisensi GNU, sistem operasi 32-64 bit, yang merupakan turunan dari Unix dan dapat dijalankan pada berbagai macam platform perangkat keras mulai dari Intel (x86), hingga prosesor RISC. Linux sebagai program open source yang gratis Salah satu yang membuat Linux terkenal adalah karena gratis. Dengan lisensi GNU (Gnu Not Unix) Anda dapat memperoleh program, lengkap dengan kode sumbernya (source code). Tidak hanya itu, Anda diberikan hak untuk mengkopi sebanyak Anda mau, atau bahkan mengubah kode sumbernya.Dan itu semua legal dibawah lisensi. Meskipun gratis, lisensi GNU memperbolehkan pihak yang ingin menarik biaya untuk penggandaan maupun pengiriman program. Lisensi lengkap dari GNU, dapat Anda baca di Lampiran III. Penerjemahan lisensi GNU ke dalam Bahasa Indonesia, saat buku ini disusun masih dilakukan.

Catatan :

Literatur lengkap tentang GNU dapat Anda baca di situs web mereka yaitu http://www.gnu.org.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Anda dapat memperoleh Linux tanpa harus membayar sama sekali. Jika Anda harus membayar tiap kali instal perangkat lunak di lain komputer, maka dengan Linux Anda dapat menginstalnya dimana saja tanpa harus membayar lisensi.

Kebebasan yang paling penting dari Linux, terutama bagi programmer dan administrator jaringan, adalah kebebasan memperoleh kode sumber (source code) dan kebebasan untuk mengubahnya. Ini berimplikasi pada beberapa hal penting. Pertama keamanan, yang kedua dinamika.

Jika perangkat lunak komersial tidak memperkenankan Anda untuk mengetahui kode sumbenya maka Anda tidak akan pernah tahu apakah program yang Anda beli dari mereka itu aman atau tidak (sering disebut security by obscurity). Hidup Anda di tangan para vendor. Dan jika ada pemberitahuan tentang bug dari perangkat lunak komersial tersebut, seringkali sudah terlambat. Dengan Linux, Anda dapat meneliti kode sumbernya langsung, bersama dengan pengguna Linux lainnya. Berkembangnya pengguna Linux sebagai komunitas yang terbuka, membuat bug akan cepat diketahui, dan secepat itu pula para programmer akan memperbaiki programnya. Anda sendiri juga yang menentukan kode yang cocok sesuai dengan perangkat keras maupun kebutuhan dasar perangkat lunak lainnya untuk dapat diimplementasikan. Ibarat sebuah mobil, Anda bisa memodifikasi sesukanya, bahkan hingga mesin sekalipun, untuk memperoleh bentuk yang diinginkan.

Keterbukaan kode sumber juga memungkinkan sistem operasi berkembang dengan pesat. Jika sebuah program dengan sistem tertutup dan hanya dikembangkan oleh vendor tertentu, paling banyak sekitar seribu hingga lima ribu orang. Sedangkan Linux, dengan keterbukaan kode sumbernya, dikembangkan oleh sukarelawan seluruh dunia. Bug lebih cepat diketahui dan program penambalnya (patch) lebih cepat tersedia. Pendekatan pengembangan sistem operasi ini disebut Bazaar. Kebalikannya sistem Chatedraal sangat tertutup dan hanya berpusat pada satu atau dua pengembang saja.

Sebagai tambahan, Linux menyediakan bahasa pemrograman gratis, lengkap dengan kompilernya, maupun program pembantunya. Beberapa diantaranya adalah :

  • ADA
  • BASIC
  • C
  • C++
  • Expect
  • FORTRAN
  • GTK, untuk membuat aplikasi GUI di Linux
  • PASCAL
  • Phyton
  • Skrip Shell
  • TCL
  • Perl (The Practical Extraction and Report Language), sering dipakai untuk membuat skrip CGI di web.

Mitos Seputar Linux

Beberapa Mitos seputar Linux/FOSS

Banyak pendapat atau pemikiran yang tidak benar tentang Linux dan software bebas/open source lainnya. Berikut ini 6 di antaranya. Mohon koreksi jika saya salah.

1. Free/Open Source berarti Gratis dan Tidak ada Bisnis


Free dalam istilah Free Software berarti freedom (bebas atau merdeka). Yang pasti gratis (no fee) dalam dunia Open Source adalah lisensinya. Artinya, tidak perlu biaya lisensi untuk mendapatkan produk Free/Open Source Software (FOSS). Seandainya MS Windows dan MS Office gratis, tetap tidak disebut free/open source software kalau tidak bebas digunakan, dipelajari, dikembangkan ulang, dan disebarluaskan.

Bisnis Open Source adalah bisnis jasa atau solusi, bukan jualan lisensi. Pembuatan software khusus, penyediaan jasa pelatihan, dan dukungan teknis, merupakan contoh bisnis di dunia Open Source. Pengguna juga tetap perlu biaya untuk download, instalasi, konfigurasi, pelatihan, dan perbaikan agar sesuai kebutuhannya, tapi semua itu tanpa harus membayar izin atau lisensi kepada vendor atau pembuat awalnya. Itulah makna free dalam Open Source, yakni siapa pun dapat bisnis bersama Open Source.


2. Tidak ada Service/Support untuk Free/Open Source Software


Ini juga contoh kesalahpahaman terhadap Open Source. Pengguna produk Open Source seperti Linux dan OpenOffice dapat meminta layanan atau dukungan teknis kepada perusahaan mana saja. Biaya service/support Open Source tidak berbeda jauh dengan service/support dari software Proprietary. Kalau pun biaya service/support Open Source sedikit lebih mahal daripada produk proprietary, biasanya disebabkan jumlah SDM yang menguasai Open Source saat ini masih sedikit. Makin banyak penyedia (Supplier) akan makin murah harganya.

Mirip dengan Mitos 1, boleh ada biaya untuk Service/Support, sehingga ada bisnis di dalamnya. Tapi tidak ada biaya lisensi untuk mendapatkan service/support. Penyedia jasa ini tidak harus membayar lisensi kepada pemilik merek, misalnya Linus Torvalds (pemegang hak cipta Linux) dan Sun Microsystems (pemegang hak cipta OpenOffice).

Mitos ini juga disebabkan salah paham, bahwa penyedia support adalah pembuat program. Misalnya, MS pasti mensupport Anda yang menggunakan produk MS. Padahal belum tentu, Anda tidak akan disupport kalau Anda tidak membayar (lisensi atau support)-nya. Anda tidak akan dapat update selama Anda tidak membayar lisensi dan melakukan registrasi. Kecuali Anda membajak atau mencurinya, yang jelas melanggar hukum dan moral.

Di dunia Open Source, penyedia support bisa siapa saja, karena tidak hanya pembuatnya yang menguasai produk yang kodenya terbuka. Bahkan tersedia support Open Source yang sangat murah, seperti melalui mailing list dan web, yang tentu saja belum pasti ada jaminan secara profesional atau purna jual. Untuk mendapatkan support dengan jaminan yang jelas, sewajarnya Anda membayar penyedia support.

3. Pengembangan Aplikasi Free/Open Source Susah

Salah satu penyebab terjadinya mitos ini adalah kebiasaan. Pembuat program yang sudah biasa dengan produk proprietary akan mencari produk itu di Linux/Open Source. Misalnya, pengembang software yang terampil menggunakan Visual Basic (VB) akan mencari VB di Linux. Saat ini jelas tidak ada, karena MS sebagai pembuat VB tidak mendukung Linux. Padahal telah tersedia Gambas dan Phoenix sebagai pengganti Visual Basic, atau MONO sebagai pengganti .NET.

4. Free/Open Source Software tidak Aman

Ini salah paham, bahwa kode yang tersedia di Internet membuat banyak orang mudah menjebol (cracking) software. Salah, karena untuk menjebol software tidak harus membutuhkan source code. Sebaliknya, source code yang tersedia memungkinkan banyak orang untuk mengetahui kelemahannya dan segera membuat perbaikannya. Keamanan sistem komputer tidak ditentukan oleh open atau tidaknya program, tapi lebih ke bagaimana penjagaan/perawatan oleh admin-nya.

Setiap ditemukan kelemahan suatu sistem Open Source, dalam waktu singkat akan tersedia perbaikannya (update atau patch). Sebaliknya, softwate proprietary yang ditemukan kelemahannya, hanya dapat mengharapkan vendor pembuat untuk memperbaikinya, dan itu bisa memakan waktu beberapa hari hingga beberapa minggu.

5. Tidak ada Training untuk Free/Open Source Software

Lagi-lagi ini salah dari sisi pemahaman, bahwa hanya vendor software yang berhak menyediakan training. Seperti support, lisensi Open Source mengizinkan siapa saja menyediakan jasa training.

Saat ini masih banyak lembaga pendidikan yang hanya meyediakan training proprietary, termasuk perguruan tinggi. Tapi perkembangan terakhir menunjukkan banyak lembaga pendidikan mulai meyediakan jasa training software Open Source. Kelemahan dari sisi ketersediaan SDM ini sekaligus menjadi peluang bangsa Indonesia untuk belajar dan mengambil bisnisnya, termasuk koperasi.

6. Free/Open Source Software tidak pernah Matang

Ini benar untuk beberapa hal, tapi salah untuk banyak hal lainnya. Contoh software Open Source yang sudah sangat matang adalah Apache (web server yang paling banyak digunakan di dunia), kernel Linux, Database MySQL dan PostgreSQL, mail server Sendmail/Postfix/qmail/exim, Mozilla/Firefox, OpenOffice, dan lain-lain. Memang keterbukaan kode memungkinkan banyak orang mengembangkan dan merilis karyanya meskipun belum matang. Namun, keterbukaan pula yang menyebabkan orang lain bisa memperbaiki kekurangannya sehingga menjadi cepat matang.